Monday, April 27, 2015

Harmoni Warna dalam Gunadarma



            Dengan latar lingkungan kampus yang begitu beragam, bagaimana tidak? Berpakaian saja bebas tidak seperti di sekolah dulu, maka lahirlah macam-macam model pakaian yang mahasiswa gunakan untuk perkuliahan, begitu pula dengan dandanannya, berbagai macam kosmetik dan gaya rambut itu semua baru dari segi gayanya, belum lagi  tentang kepriadiannya, gaya berbicaranya, agamanya, sukunya, dan bahkan politiknya. Latar kepribadian yang mereka bawa dari diri-sendiri, kedua orangtuanya, lingkungan rumahnya, dan teman lamanya-lah yang kemudian mereka tampilkan kepada teman kampusnya. Begitulah banyaknya aneka warna di Gunadarma.
            Kemudian, dunia kampus diindentik dengan kebebasan tidak seperti sekolah yang ketat peraturan dan ditambah dengan umurnya sudah lebih 18 tahun bertanda sudah bebas menentukan hidupnya sendiri . Gaya hidup mulai berubah dari sebelumnya dipengaruh juga dengan lingkungan baru dan teman baru, begitulah warna indentitasnya tercampuri. Kadang, tak semua mahasiswa begitu menerima keadaan di kampusnya, mulailah terjadi konfrik karena perbedaan  pandangan, dari hal simpel aja berupa “menyapa”, kadang ada sebagian orang menyapa dengan caranya sendiri. Maka kadang tersinggunglah lawan sapanya, karena tidak sesuai apa yang mereka inginkan. Belum lagi ketika saling berbicara, diskusi, janjian, dan hal lainnya, begitulah ketika warna satu tak cocok dengan warna lainnya.
Bagaimana menyikapi perbedaan tersebut, “Jika tak kenal, Maka tak sayang” begitulah istilah yang cocok untuk menyikapi perbedaan tersebut, juga dengan saling memahami satu diantara lainnya menghasilkan kepercayaan. Hal tersebut akan berhasil jika kontak sosial terus berjalan, maka lahirlah sikap saling mepercayai. Begitulah jika ingin mencocokkan warna, kenali dulu jenisnya. Kepribadian setiap manusia kadang menghasilkan kelebihan dan kekurangan masing-masing pada setiap dirinya, hal tersebut tidak cukup dengan memahaminya, juga harus bagaimana menyikapi setiap teman-teman? Hal ini perlu dalam kegiatan kerja kelompok, karena kadang kerja kelompok tidak maksimal jika memposisikan orang bukan kepada ahlinya. Begitulah jika setiap warna diletakkan di posisinya, melahirkan lukisan.

Setiap warna ada yang pekat ada yang pudar, semangkin pekat menandakan kekuatan mempengaruhi orang, ada yang ikutan-ikutan karena tak punya prinsip yang kuat. Maka janganlah jadi warna yang pudar,  karena warna pudar hanya menghasilkan jalan hidup yang ambigu, tak berarah yang menjadi manusia yang lemah. Jika mendalami surat Al-Hujarat [49:13] menjelaskan bahwa manusia diciptakaan berbeda-beda, agar saling mengenal satu sama lain dan jadilah manusia bertaqwa diantara lainnya. Hidup memang pernuh warna, maka kenalilah, posisikan dirimu dan menjadi jiwa yang berprinsip. Maka tak hanya menjadi lukisan saja, tetapi menjadi lukisan yang mempunyai harmoni warna yang indah.
.

*tulisan ini pernah dilombakan dalam kegiatan Lomba hari Jurnalistik yang diadakan oleh BEMFIKTI dalam kategori Artikel, dan alhamdulillah memperoleh juara pertama.

2 comments:

  1. Alhamdulillah... tulisanmu bagus sekali Ibrahim Fathan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama" bu Rosi, sudah mengajar saya bahasa Indonesia :D

      Delete