Dengan latar lingkungan kampus yang
begitu beragam, bagaimana tidak? Berpakaian saja bebas tidak seperti di sekolah
dulu, maka lahirlah macam-macam model pakaian yang mahasiswa gunakan untuk
perkuliahan, begitu pula dengan dandanannya, berbagai macam kosmetik dan gaya
rambut itu semua baru dari segi gayanya, belum lagi tentang kepriadiannya, gaya berbicaranya,
agamanya, sukunya, dan bahkan politiknya. Latar kepribadian yang mereka bawa
dari diri-sendiri, kedua orangtuanya, lingkungan rumahnya, dan teman
lamanya-lah yang kemudian mereka tampilkan kepada teman kampusnya. Begitulah
banyaknya aneka warna di Gunadarma.
Kemudian, dunia kampus diindentik
dengan kebebasan tidak seperti sekolah yang ketat peraturan dan ditambah dengan
umurnya sudah lebih 18 tahun bertanda sudah bebas menentukan hidupnya sendiri .
Gaya hidup mulai berubah dari sebelumnya dipengaruh juga dengan lingkungan baru
dan teman baru, begitulah warna indentitasnya tercampuri. Kadang, tak semua
mahasiswa begitu menerima keadaan di kampusnya, mulailah terjadi konfrik karena
perbedaan pandangan, dari hal simpel aja
berupa “menyapa”, kadang ada sebagian orang menyapa dengan caranya sendiri.
Maka kadang tersinggunglah lawan sapanya, karena tidak sesuai apa yang mereka
inginkan. Belum lagi ketika saling berbicara, diskusi, janjian, dan hal
lainnya, begitulah ketika warna satu tak cocok dengan warna lainnya.
Bagaimana
menyikapi perbedaan tersebut, “Jika tak kenal, Maka tak sayang” begitulah
istilah yang cocok untuk menyikapi perbedaan tersebut, juga dengan saling
memahami satu diantara lainnya menghasilkan kepercayaan. Hal tersebut akan
berhasil jika kontak sosial terus berjalan, maka lahirlah sikap saling
mepercayai. Begitulah jika ingin mencocokkan warna, kenali dulu jenisnya.
Kepribadian setiap manusia kadang menghasilkan kelebihan dan kekurangan
masing-masing pada setiap dirinya, hal tersebut tidak cukup dengan memahaminya,
juga harus bagaimana menyikapi setiap teman-teman? Hal ini perlu dalam kegiatan
kerja kelompok, karena kadang kerja kelompok tidak maksimal jika memposisikan
orang bukan kepada ahlinya. Begitulah jika setiap warna diletakkan di
posisinya, melahirkan lukisan.
Setiap
warna ada yang pekat ada yang pudar, semangkin pekat menandakan kekuatan
mempengaruhi orang, ada yang ikutan-ikutan karena tak punya prinsip yang kuat.
Maka janganlah jadi warna yang pudar, karena
warna pudar hanya menghasilkan jalan hidup yang ambigu, tak berarah yang
menjadi manusia yang lemah. Jika mendalami surat Al-Hujarat [49:13] menjelaskan
bahwa manusia diciptakaan berbeda-beda, agar saling mengenal satu sama lain dan
jadilah manusia bertaqwa diantara lainnya. Hidup memang pernuh warna, maka
kenalilah, posisikan dirimu dan menjadi jiwa yang berprinsip. Maka tak hanya
menjadi lukisan
saja, tetapi menjadi lukisan yang mempunyai harmoni warna yang indah.
.
Alhamdulillah... tulisanmu bagus sekali Ibrahim Fathan.
ReplyDeletesama" bu Rosi, sudah mengajar saya bahasa Indonesia :D
Delete