Berakhir sudah pesta ini, pesta yang menghasilkan
banyak sampah bertumpukan dimana-mana. Kulihat sekeliling, tidak ada lagi
pemandangan yang menarik sellain noda di atas piring. Akhirnya ku mulai
membersihkan lantai kotor dengan menyapu lalu mengepelnya, kemudian kutumpuk
piring kotor tersebut untuk kuceburkan kedalam dalam lautan sabun. Aku
menggiringnya satu per satu piring tersebut untuk segera tenggelam pada lautan
sabun berwarna hijau lumut. Aku sangat menikmati setiap bilasan air pada piring
kotor tersebut. Itu karena kegemaranku terhadap kebersihan. Kemudian aku
memandang keluar dari jendela dapur, “Ah masih banyak manusia kotor yang masih
berkeliaran.” Desahku seraya mengusap lembut piring dengan buih sabun.
Aku cinta kebersihan, aku benci kotoran.
Berkat kegemaranku yang sering membersihkan
barang-barang kotor, aku dijuluki “The Cleaner”. Misiku adalah membersihkan
para manusia kotor tanpa meninggalkan bekas. Ya setidaknya bisa mengurangi
populasi para manusia kotor. Para manusia kotor telah seenaknya merusak manusia
bersih lainnya dengan narkoba, pelacuran, senjata, rasisme, sara, perjudian,
dan bentuk kejahatan lainnya yang layak dianggap sampah. Cara membersihkan
mereka haruslah benar-benar bersih tanpa berbekas. Tentu saja aku jarang melibatkan
pisau dan pistol, aku malah seringnya menggunakan teknik racun kedalam larutan minuman, mobil kontrol
jarak jauh, bom beserta waktu ledaknya, atau masih banyak teknik rahasia lainnya.
Aku hanya membersihan seperti seseorang yang membiarkan mobil kotornya bersih
karena hujan ditakdirkan tuhan.
Namun akhir ini, aku benar-benar gagal menjadi “The
Cleaner”, aku gagal membersihkan tanpa bekas. Karena aku mendapat sampah yang
susah dibersihkan, hingga aku harus kembali menggunakan pisau dan pistol untuk
membersihkannya. Sampah tersebut adalah target yang harus kubersihkan sejak
lama. Padahal dulu aku sudah berhasil menuangkan racun pada minumannya namun
dia berhasil memuntahkannya. Aku sudah menabrak mobilnya dengan kereta tapi dia
masih sempat keluar sebelum terlindas mobilnya. Hampir semua teknik rahasiaku
gagal untuk membersihkannya. Akhirnya kujuluki dia dengan sebutan tikus, karena
gesitnya sulit dibasmikan.
Cara melawan tikus tentu iyalah dengan keju dalam
perangkap, akhirnya ku ajak dia dalam pesta. Awalnya aku hanya menggunakan
perangkap untuk membunuhnya namun aku sudah tak sabar menggunakan pisau dan
pistolku untuk membersihkannya. Ketika aku ingin menembaknya, tikus tersebut
sudah sadar dengan gerakan tanganku dengan cekatan lalu ditendanglah tanganku dan
PRAAK, pistol itu terpental sekitar dua meter dariku. Kami saling menahan satu
sama lain untuk meraih pistol tersebut. Aku memandangnya sengit. Kulemparkan
pandanganku ke lain arah berharap masih ada cara lain. Kulihat ada sebuah pisau
kue dekat kami, sebelum dia menyadarinya, aku terlebih dulu mengambilnya, dan
berhasil menikamnya. Diapun kini sekarat, aku ingin mengakhiri nafas terakhir
dia, namun nafas terakhirnya malah kubiarkan dia menyebut kalimat
perpisahannya.
“Aku sudah tahu niat jahatmu selama ini, tetapi kau
lakukan se..lama.. ini.. ha..nya mem..bersihkan.. uhuk…air..kotor.” nafas
terakhir berupa ucapan terakhirnya.
Pesta ini seharusnya menjadi pesta terbaikku, karena keberhasilanku
membersihkan incaran utamaku selama ini. Namun aku hanya membersihkan dengan
air kotor, aku hanya membersihkan dengan cara yang jahat. Aku melakukan semua
ini hanya dengan hati kebencian dan hati terkotor bahkan kedua tanganku tak
bisa membersihkan. Merasa diriku hanyalah sampah seperti mereka, kini aku
kembali membersihkan sekitarku hanya berharap kembali aku bisa kembali bersih,
namun sepertinya itu tidak cukup.
Hal kotor dibersihkan dengan air kotoran adalah
sia-sia.
No comments:
Post a Comment