Saturday, November 7, 2015

The Cleaner


Berakhir sudah pesta ini, pesta yang menghasilkan banyak sampah bertumpukan dimana-mana. Kulihat sekeliling, tidak ada lagi pemandangan yang menarik sellain noda di atas piring. Akhirnya ku mulai membersihkan lantai kotor dengan menyapu lalu mengepelnya, kemudian kutumpuk piring kotor tersebut untuk kuceburkan kedalam dalam lautan sabun. Aku menggiringnya satu per satu piring tersebut untuk segera tenggelam pada lautan sabun berwarna hijau lumut. Aku sangat menikmati setiap bilasan air pada piring kotor tersebut. Itu karena kegemaranku terhadap kebersihan. Kemudian aku memandang keluar dari jendela dapur, “Ah masih banyak manusia kotor yang masih berkeliaran.” Desahku seraya mengusap lembut piring dengan buih sabun.

Aku cinta kebersihan, aku benci kotoran.

Berkat kegemaranku yang sering membersihkan barang-barang kotor, aku dijuluki “The Cleaner”. Misiku adalah membersihkan para manusia kotor tanpa meninggalkan bekas. Ya setidaknya bisa mengurangi populasi para manusia kotor. Para manusia kotor telah seenaknya merusak manusia bersih lainnya dengan narkoba, pelacuran, senjata, rasisme, sara, perjudian, dan bentuk kejahatan lainnya yang layak dianggap sampah. Cara membersihkan mereka haruslah benar-benar bersih tanpa berbekas. Tentu saja aku jarang melibatkan pisau dan pistol, aku malah seringnya menggunakan teknik  racun kedalam larutan minuman, mobil kontrol jarak jauh, bom beserta waktu ledaknya, atau masih banyak teknik rahasia lainnya. Aku hanya membersihan seperti seseorang yang membiarkan mobil kotornya bersih karena hujan ditakdirkan tuhan.

Namun akhir ini, aku benar-benar gagal menjadi “The Cleaner”, aku gagal membersihkan tanpa bekas. Karena aku mendapat sampah yang susah dibersihkan, hingga aku harus kembali menggunakan pisau dan pistol untuk membersihkannya. Sampah tersebut adalah target yang harus kubersihkan sejak lama. Padahal dulu aku sudah berhasil menuangkan racun pada minumannya namun dia berhasil memuntahkannya. Aku sudah menabrak mobilnya dengan kereta tapi dia masih sempat keluar sebelum terlindas mobilnya. Hampir semua teknik rahasiaku gagal untuk membersihkannya. Akhirnya kujuluki dia dengan sebutan tikus, karena gesitnya sulit dibasmikan.

Cara melawan tikus tentu iyalah dengan keju dalam perangkap, akhirnya ku ajak dia dalam pesta. Awalnya aku hanya menggunakan perangkap untuk membunuhnya namun aku sudah tak sabar menggunakan pisau dan pistolku untuk membersihkannya. Ketika aku ingin menembaknya, tikus tersebut sudah sadar dengan gerakan tanganku dengan cekatan lalu ditendanglah tanganku dan PRAAK, pistol itu terpental sekitar dua meter dariku. Kami saling menahan satu sama lain untuk meraih pistol tersebut. Aku memandangnya sengit. Kulemparkan pandanganku ke lain arah berharap masih ada cara lain. Kulihat ada sebuah pisau kue dekat kami, sebelum dia menyadarinya, aku terlebih dulu mengambilnya, dan berhasil menikamnya. Diapun kini sekarat, aku ingin mengakhiri nafas terakhir dia, namun nafas terakhirnya malah kubiarkan dia menyebut kalimat perpisahannya.

“Aku sudah tahu niat jahatmu selama ini, tetapi kau lakukan se..lama.. ini.. ha..nya mem..bersihkan.. uhuk…air..kotor.” nafas terakhir berupa ucapan terakhirnya.

Pesta ini seharusnya menjadi pesta terbaikku, karena keberhasilanku membersihkan incaran utamaku selama ini. Namun aku hanya membersihkan dengan air kotor, aku hanya membersihkan dengan cara yang jahat. Aku melakukan semua ini hanya dengan hati kebencian dan hati terkotor bahkan kedua tanganku tak bisa membersihkan. Merasa diriku hanyalah sampah seperti mereka, kini aku kembali membersihkan sekitarku hanya berharap kembali aku bisa kembali bersih, namun sepertinya itu tidak cukup.

Hal kotor dibersihkan dengan air kotoran adalah sia-sia.

No comments:

Post a Comment