Wednesday, June 29, 2016

The Linker

Sang Penghubung

The Linker

Sampai juga, di rumahnya. Ku lihat hanyalah sebuah tembok yang menjulang tinggi seakan bersatu dengan langit. Ku tengok sana-sini, hanya dinding melebar tak berujung seakan sisi dinding kiri dan kanan saling bersatu. Ku pandang depan rumahnya, tak ada jendela bahkan lubang agar ku intip isi rumahnya tersebut. Hanya sebuah pintu kayu berganggang satu yang terkunci dari dalam. Ku ketuk rumahnya tersebut.

Kau yang tertidur dalam rumahnya, tepatnya ruang tamu kau tinggal. Kini kau tak nyenyak atas tidurmu, karena ada suara dari luar mengganggumu.

“Assalammualaikum..”

Jumpa dari pesanku, namun tak ada reaksi darinya. Mungkin ku harus menunggunya, entah sampai kapan ku menunggu? Jika hanya masa depan sebagai jawabnya.

Telingamu mendengarnya, sebuah salam dari luar rumah. Kau  membuka matamu, menggeleng kepalamu, dan membangkitkan tubuhmu. Kau sadar ada tamu yang datang, padahal dirimu juga tamu di rumah ini. Namun kembali lagi dengar suara salamku tersebut yang kembali terdengar lagi.

“Assalammualaikum Warahmatullah..”

Aku kembali mengatakannya, mungkin saja dia tak mendengarnya. Mungkin agak berlebihan, namun aku harus mengulang pesan ini, takut tak tersampaikan pesan ini. Bukannya banyaknya saudara kita terputus hubungannya, hanya karena salamnya terabaikan.

Kau kembali mendengarnya dengan keadaan sadar. Kau sadar ini bukan salam yang salah. Namun kau agak ragu dengan salam tersebut, walaupun salam itu terdengar jelas. Bukannya banyak fitnah diantara kita, karena dari salahnya kita mengetahui. Karena asalnya kita mendengar salam tersebut, jadi datangi sumber sesungguhnya. Akhirnya, kau melangkah ke sumber suara.

“Assalammualaikum Warahmatullah Wabarakatu..”
Aku kini teriakan pesanku sekali lagi, lebih jelas dan lantang. Walaupun sepertinya ia tak benar-benar mendengarkannya. Kini aku hanya berharap siapapun mendengar pesan ini, siapapun orangnya di dalam rumah tersebut. Namun aku hanya dusta lahir diantara kita. Lantara suaraku dianggap sebuah polusi suara, padahal aku hanya pesan ini tersampaikan.

Kau harus lari, ia tak tahu karena kini sedang pergi. Salamnya jelas. Lari diatas lantai, tangga, dan kau buka tersebut. Kau akhirnya melihatku. Sang sumber suara, salam.

Akhirnya pesanku terdengar. Walaupun bukan ia yang ku maksud, tapi kau adalah orang dari rumahnya. Pesan ini aku beri ke kau, sambil ucapan dariku berkata.

“Titip salam dari ku untuk ia.”

****************************************

Kisah ini belum selesai, karena kau sekarang menjadi aku. Salam kau dapat adalah pesan tersebut. Siapakah ia yang akan menerimanya? Ialah ia yang namanya tertulis “Muslim”, walaupun tak selalu tertulis dalam KTP. Bukannya nama tersebut tersanding dalam catatan buku amal para malaikat Raqib. Di jauh waktu sampai tercatat nama “muslim” di catatan amal, ia terlahir sudahlah fitrah.  Maukah kau kembalikan fitrah manusia. Hanya salam ini agar mereka kembali, salam sejahtera, rahmat, dan berkah artinya lebih tinggi dari sebuah kebahagian semu dunia.


Ku mohon kembali, titipkan salamku untuk ia.

No comments:

Post a Comment