Friday, November 4, 2016

Aku Takut Demokrasi


Aku takut….

Terlintas dalam pikiran, yang kujawab dengan kesiapan. Mungkin aku tak benar-benar takut sebenarnya. Tapi..

Aku marah..

Tak usah kusebut katanya, apalagi siapa yang berkata. Berawal kata kotoran dia live di TV. Itu sudah membuatku membencinya. Padahal kukecil berkata bodoh, ku ganti dengan “tidak pintar” (tapi gw gede suka bego-begoin orang #eh). Puncak kebencian ketika ia berkata mau aja dibego-begoin.. Agrh, aku bisa saja teriak. Tapi…

Aku lelah..
Lemah tepatnya. Bukan siapa-siapalah aku, hanyalah debu buku terdahulu. Tak punya kekuasaan dan harta kendali. Media hanya hobi framing sudut berita. Banyak sudah buta pula. Yah aku kembali.

Takut..

98 bergelora, demo besar bertumpah darah. Kini dengan masa terbanyak dalam sejarah demo bangsa. Bahkan dari pelosok daerah. Mereka Marah juga sepertiku, atau..

Mereka takut..

Sama sepertiku, mereka tak bisa apa-apa. Bukan intelek, juragan, dan penguasa. Mereka hanya menjadi massa, manusia biasa saja. Suaranya tak didengar.

Pengecuali jika kita bersama.

Ada para ulama, habib, dan syekh mengajak orasi. Hanya meminta mereka mengikuti apa yang mereka katakan. TOA dan speaker mereka juga tak kencang menggelegar. Tetapi entah tak penting suara itu terbantu dengan massa disekitarnya. Isi orasi mungkin tak fasis diulang oleh massa. Tapi ada kalimat yang sangat fasih didialogkan bersama Ulama dan massa

Allahu Akbar
Allahu Akbar
Allahu Akbar

Entah aku dan mereka kini tak takut, bahkan kami kini yakin kuat. Aku tak paham kenapa hal ini terjadi. Padahal aku bukan siapa-siapa. Tapi kini..

Kita Berani

Allah telah membesarkan hati hambanya, hambanya yang hanya pasrah kepadanya. Kita tak kuasa menghadapi ujian belum pernah dihadapi sebelumnya. Mungkin kita sering berkelahi entah kenapa sebabnya. Kini berbaris bersama, selayaknya orang pada nongkrong bareng. Saling memandang yang sama, tentu kalau demonstran memandang istana negara. Dialog dan diskusi kita harmonis walaupun kita nggak ngerti ngomong apa, alias kita sudah paham tanpa perlu pengertian.

aku kira tadi hujan. ternyata hanya udara sejuk dan awan teduh.

Pak Jokowi takut

Padahal Pak Jokowi adalah presiden. Dia punya kendali atas negara ini. Tetapi ia hanya tahu bahwa kita hanya marah dengan jumlah sangat banyak. Padahal blusukan ke pelosok sudah biasa, tetapi kini dia cukup menerima para demonstran. Ya lagi-lagi, Pak Jokowi hanya tahu kita marah.

Kita kini damai

Kemarahan dan ketakutan kita hilang. Karena kita sudah bersama, tak ada lagi sekat pembeda. Marah pendam dengan teriakan dan takut sirna dengan rangkulan. Ya tentu tujuan kita jelas. #AdiliAhok. Namun kita bicara dengan becanda, entah kalau dibilang marah nggak deh. Kita malah ketawa ngomongnya, padahal pengadilan feelbacknya. Tapi ini bukan ngeledek ketawanya, ini kita ketawa karena saling ketawa, bersama-sama.

Jokowi kemana?
HMI takut jadinya..

Mungkin tadi belum kencang rangkulnya. Aku tahu HMI membuat onar malam-malam. Mungkin kita belum merangkul kencang pada HMI. HMI menancapkan kemarahannnya. MEREKA MARAH, dibalaslah dengan pentungan dan gas air mata dari polisi. Akhirnya FPI merangkul HMI dengan pagar betis. Ya akhirnya HMI melunak perlahan.

Tetapi kemana Pak Jokowi? Aku takut ada yang kembali takut. Mustikah kita kembali bersama saling merangkul sama lain. Pak Jokowi.
Ayo kita #RangkulJokowi agar tidak takut.

-IF-


No comments:

Post a Comment