Terlintas dalam pikiran, yang kujawab dengan kesiapan.
Mungkin aku tak benar-benar takut sebenarnya. Tapi..
Aku marah..
Tak usah kusebut katanya, apalagi siapa yang berkata. Berawal
kata kotoran dia live di TV. Itu sudah membuatku membencinya. Padahal kukecil
berkata bodoh, ku ganti dengan “tidak pintar” (tapi gw gede suka bego-begoin
orang #eh). Puncak kebencian ketika ia berkata mau aja dibego-begoin.. Agrh,
aku bisa saja teriak. Tapi…
Aku lelah..
Lemah tepatnya. Bukan siapa-siapalah aku, hanyalah debu
buku terdahulu. Tak punya kekuasaan dan harta kendali. Media hanya hobi framing
sudut berita. Banyak sudah buta pula. Yah aku kembali.
Takut..
98 bergelora, demo besar bertumpah darah. Kini dengan masa
terbanyak dalam sejarah demo bangsa. Bahkan dari pelosok daerah. Mereka Marah
juga sepertiku, atau..
Mereka takut..
Sama sepertiku, mereka tak bisa apa-apa. Bukan intelek,
juragan, dan penguasa. Mereka hanya menjadi massa, manusia biasa saja. Suaranya
tak didengar.
Pengecuali jika kita bersama.
Ada para ulama, habib, dan syekh mengajak orasi. Hanya meminta
mereka mengikuti apa yang mereka katakan. TOA dan speaker mereka juga tak
kencang menggelegar. Tetapi entah tak penting suara itu terbantu dengan massa
disekitarnya. Isi orasi mungkin tak fasis diulang oleh massa. Tapi ada kalimat
yang sangat fasih didialogkan bersama Ulama dan massa
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Entah aku dan mereka kini tak takut, bahkan kami kini yakin
kuat. Aku tak paham kenapa hal ini terjadi. Padahal aku bukan siapa-siapa. Tapi
kini..
Kita Berani
Allah telah membesarkan hati hambanya, hambanya yang hanya
pasrah kepadanya. Kita tak kuasa menghadapi ujian belum pernah dihadapi
sebelumnya. Mungkin kita sering berkelahi entah kenapa sebabnya. Kini berbaris
bersama, selayaknya orang pada nongkrong bareng. Saling memandang yang sama, tentu
kalau demonstran memandang istana negara. Dialog dan diskusi kita harmonis
walaupun kita nggak ngerti ngomong apa, alias kita sudah paham tanpa perlu pengertian.
aku kira tadi hujan.
ternyata hanya udara sejuk dan awan teduh.
Pak Jokowi takut
Padahal Pak Jokowi adalah presiden. Dia punya kendali atas
negara ini. Tetapi ia hanya tahu bahwa kita hanya marah dengan jumlah sangat
banyak. Padahal blusukan ke pelosok sudah biasa, tetapi kini dia cukup menerima
para demonstran. Ya lagi-lagi, Pak Jokowi hanya tahu kita marah.
Kita kini damai
Kemarahan dan ketakutan kita hilang. Karena kita sudah
bersama, tak ada lagi sekat pembeda. Marah pendam dengan teriakan dan takut
sirna dengan rangkulan. Ya tentu tujuan kita jelas. #AdiliAhok. Namun kita
bicara dengan becanda, entah kalau dibilang marah nggak deh. Kita malah ketawa ngomongnya,
padahal pengadilan feelbacknya. Tapi ini bukan ngeledek ketawanya, ini kita
ketawa karena saling ketawa, bersama-sama.
Jokowi kemana?
HMI takut jadinya..
Mungkin tadi belum kencang rangkulnya. Aku tahu HMI membuat
onar malam-malam. Mungkin kita belum merangkul kencang pada HMI. HMI
menancapkan kemarahannnya. MEREKA MARAH, dibalaslah dengan pentungan dan gas
air mata dari polisi. Akhirnya FPI merangkul HMI dengan pagar betis. Ya akhirnya
HMI melunak perlahan.
Tetapi kemana Pak Jokowi? Aku takut ada yang kembali takut.
Mustikah kita kembali bersama saling merangkul sama lain. Pak Jokowi.
Ayo kita #RangkulJokowi agar tidak takut.
-IF-
No comments:
Post a Comment