Lelah
Baru kali ini aku sampai tak
mengenal tenang, ke kampus ingat amanat dan ke rumah ingat tugas. Kau tahu,
berapa yang ku pikul ini. Setiap pekan yang berupa hari libur bukanlah buatku
nanti. Ku hanya menjalani kegiatan akhir-akhir ini untuk kesibukan, seakan
lebih sibuk daripada wanita karir. Kau mengeluh hanya karena tak didengar,
maukah kau bersamaku mengeluh teriakanku tak terdengar. Tak usahlah mengeluh,
apalah pentingnya keluhmu. Lelahku sudah cukuplah keluh diriku untukku, tak
perlu kau keluhkan yang membuat bebanku tak tentu.
Sebagai prajurit, taat menjanjikan
bebannya dari satu pemimpin. Sebagai pemimpin, ikhlas menjanjikan beban dari
seluruh prajuritnya. Berapa kali ku ikhlaskan atas kesalahanmu, berapa kali
jumlah keluhmu terurai, berapa cuekmu sebagai kematian perlawan acaraku.
Haruskan ku benci hal sikapmu yang hanya membuatmu lari saja. Cukuplah ku
ikhlaskan, tapi sudikah kau beban batin kepadaku? Aku tak ingin menjadi
pembenci, tapi aku tak mau mati karena tak ada lagi peduli.
Menyerah, untuk apa? Sudihkah anda mati
karena tak keperdayaan atas dirimu sendiri.
Menghilang, lari keujung dunia
mana? Bukanlah kematian cukuplah sebagai kehilangan atas dunia ini.
Semua belum berakhir, tapi waktu
perlahan mengakhiri langkah-langkah ini. Jika kau diam, kau akan tertimpa. Jika
kau lamban, kau tetap akan tertimpa. Tapi cukuplah, kita kembali berpangku
kekuatan, untuk berlari bersama. Kalaupun kita tertimpa pula, kita masih bersama.
Maafkan diriku selama ini, yang
bukanlah jendral bermetal tegas, ulama yang penuh hikmat, dan guru yang penuh
bimbingan. Aku juga seperti kalian, prajurit yang dulu berusaha taat pada
pemimpinnya.
Dari Jotosman, manusia melawan
pukulan kehidupan.
No comments:
Post a Comment